Kesimpulan dan Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara
Modul pertama dalam Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) Angkatan 11 membahas lebih mendalam, dan mendemonstrasikan konsep pemikiran-pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara dan relevansinya dengan penerapan pendidikan abad ke-21 pada konteks lokal (nilai-nilai luhur sosial-budaya) di tempat asal; serta bersikap reflektif kritis terhadap pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara dan relevansinya terhadap konteks pendidikan di daerah asal masing-masing peserta.
Setelah saya mempelajari modul tersebut sesuai dengan alur MERDEKA, yakni Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata, maka akhirnya saya sampai pada tahap menyimpulkan.
SIMPULAN
Ki Hadjar Dewantara (KHD) merupakan salah satu tokoh penting dalam perjalanan Pendidikan di Indonesia. Beliaulah yang mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 di Yogyakarta sebagai usaha mewujudkan pendidikan untuk semua kalangan. Taman Siswa ada sebagai jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas. Dimana pendidikan pada zaman Kolonial hanya dirasakan oleh sebagian kalangan.
KHD membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.
Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Oleh sebab itu, tuntutan seorang guru mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia dan anggota masyarakat)
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Indonesia dengan memiliki 2 musim (musim hujan dan musim kemarau) serta bentangan alam mulai dari pesisir pantai hingga pegunungan memiliki keberagaman dalam memaknai dan menghayati hidup. Demikian pula dengan zaman yang terus berkembang dinamis mempengaruhi cara pendidik menuntun para murid.
Pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal sosial budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Kekuatan sosial budaya Indonesia yang beragam dapat menjadi kekuatan kodrat alam dan zaman dalam mendidik (menuntun kekuatan kodrat anak).
Pada akhirnya pendidikan itu bermuara ke 3M, Murid, Murid dan Murid. Jadi, anaklah orientasi utama. Pendidikan dan Pendidik yang memandang anak dengan rasa hormat. Dengan bahasa dari Ki Hadjar, Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, Tidak meminta untuk suatu hak, namun untuk berhamba pada sang anak.
REFLEKSI
Selama ini, jika saya mendengar kata Ki Hadjar Dewantara, maka yang akan teringat adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Akan tetapi setelah saya pelajari lebih seksama Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar maka yang ada di benak saya tidak hanya tiga kata itu.
Dari modul ini, saya mengerti kenapa Beliau mendirikan Taman Siswa, agar pendidikan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Makna Pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat, juga lebih saya pahami terutama ada kata menuntun disana.
Selain itu memberikan pendidikan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman, yang sekarang secara esensi sudah saya terapkan di sekolah saya, ternyata jauh sudah digaunkan oleh KHD. Orientasi pendidikan yakni 3M, Murid, Murid dan Murid, hingga ada istilah Pendidikan yang menghamba pada anak, mudah-mudahan dapat saya terapkan secara maksimal di kelas-kelas saya. Terlebih saat ini, tugas saya sebagai Kepala Sekolah tentunya memaksimalkan segala potensi yang ada.
Salah Satu contoh penerapan Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara yang kami terapakan di sekolah saya adalah Pelaksanaan Ekstrakurikuler Seni Tari. Kita tidak meninggalkan sosio kultural budaya kita, dengan tetap membawanya dalam kegiatan sekolah, melalui pemilihan jenis tari yang sesuai dengan budaya kita. Kita tuntun mereka, dalam keseharian pelaksanaanya, kita akomodir apa yang mereka butuhkan. Hingga kita fasilitasi ketika berlomba. Mudah-mudahan penerapan filosofi KHD dapat saya terapkan dalam lingkup yang lebih luas di sekolah saya.
Dokumentasi Pelaksanaan Lomba FLS2N Tingkat Kabupaten Sukoharjo